Republikbersuara.com, Batam – Karir Kasat Reskrim Polresta Barelang Kompol M Debby Andrestian mulai mendapatkan sorotan tajam dari publik. Berbagai kasus yang ditangani dianggap tidak menunjukkan kinerja yang profesional, hingga membuat reputasinya mendapatkan “rapor merah” di mata masyarakat.
Sejumlah perkara yang ditangani, mulai dari kasus penikaman hakim Pengadilan Agama Batam, perampokan Alfamart Saguba, hingga mandeknya proses hukum pada sejumlah laporan, menjadi catatan buruk. Kritik semakin deras setelah muncul dugaan pelanggaran prosedural dalam kasus kriminalisasi terhadap Gordon Silalahi, yang kini tengah ramai diperbincangkan.
Kasus Gordon Silalahi disebut menjadi titik balik rapor merah tersebut. Ia dijerat dengan Pasal 378 KUHP tentang penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan. Namun, menurut pihak kuasa hukumnya, terdapat cacat hukum serius dalam proses penyidikan. Anrizal, pengacara Gordon Silalahi, menegaskan bahwa penyidik tidak bekerja secara profesional, bahkan cenderung mengabaikan prinsip keadilan.
“Laporan kami terkait ketidakprofesionalan penyidik dalam pembuatan BAP (Berita Acara Pemeriksaan). Selain itu, hasil gelar perkara khusus di Polda Kepri yang seharusnya transparan juga tidak diserahkan kepada klien kami. Ini jelas menimbulkan pertanyaan besar terhadap integritas proses penyidikan,” ujar Anrizal kepada wartawan usai melapor ke Propam Polda Kepri, Jumat (19/9/2025).
Menurutnya, fakta-fakta yang terungkap di persidangan Pengadilan Negeri Batam pada Kamis (18/9/2025) semakin memperkuat dugaan adanya kejanggalan. Beberapa keterangan saksi justru mengarah pada indikasi bahwa laporan terhadap Gordon Silalahi sarat dengan pesanan pihak tertentu, sementara penyidik dinilai menutup mata.
Tidak hanya nama Kompol M Debby Andrestian yang kini tercoreng. Kuasa hukum Gordon juga menuding adanya keterlibatan beberapa jajaran di Satreskrim Polresta Barelang, seperti Holden Siahaan (penyidik), Iptu Riyanto (Kanit Reskrim), serta Wakasat Reskrim AKP Thetio Nardiyanto. Keempatnya dinilai gagal menjaga marwah institusi kepolisian dengan bertindak sesuai aturan.
“Bagaimana masyarakat bisa percaya pada aparat penegak hukum, jika hasil kerja penyidik justru menunjukkan ketidakprofesionalan, bahkan terkesan mencari keuntungan atau menjalankan pesanan? Inilah yang membuat rapor merah layak diberikan kepada mereka,” tambah Anrizal.
Sorotan publik semakin besar lantaran kasus-kasus lain yang ditangani Polresta Barelang di bawah kepemimpinan Kompol M Debby Andrestian juga banyak menuai kritik. Dari kasus perampokan minimarket yang lamban penyelesaiannya, hingga polemik SPDP mandek terkait pembebasan dua pekerja K3 Galangan Kapal PT ASL yang dianggap janggal. Semua ini menambah daftar panjang keluhan masyarakat terkait kinerja penyidik.
Masyarakat Batam kini menunggu langkah tegas dari Propam Polda Kepri untuk menindaklanjuti laporan tersebut. Tindakan yang transparan dan adil diharapkan mampu mengembalikan kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum. Jika tidak, rapor merah ini dikhawatirkan semakin memperburuk citra kepolisian di mata masyarakat, khususnya Polresta Barelang.
(jim)
Komentar