Advertisement
Batam
Beranda » Kawal Proses Revisi PP 46 Tahun 2007, Aliansi Mahasiswa Batam Gelar Dialog Publik

Kawal Proses Revisi PP 46 Tahun 2007, Aliansi Mahasiswa Batam Gelar Dialog Publik

Republikbersuara.com, Batam – Aliansi Mahasiswa Kota Batam menggelar dialog publik dalam rangka mengawal proses revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam. Acara ini berlangsung di RM Kondang, Batu Aji, Batam, Senin malam (22/9/2025), dan dihadiri puluhan mahasiswa dari berbagai kampus di Kota Batam, di antaranya Universitas Ibnu Sina, Universitas Riau Kepulauan (Unrika), dan Universitas Putera Batam (UPB).

Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber utama, yaitu Dr. Diki Zukriadi, S.H., M.H., M.Kn, Dosen Program Studi Ilmu Hukum Universitas Putera Batam, serta Distrawandi, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Provinsi Kepulauan Riau. Keduanya membahas secara mendalam aspek hukum, politik, ekonomi, serta dampak sosial dari rencana perubahan regulasi yang dinilai akan memperluas kewenangan Badan Pengusahaan (BP) Batam.

Implikasi Hukum Perubahan PP 46/2007

Dalam pemaparannya, Dr. Diki menjelaskan bahwa terdapat beberapa pasal yang menjadi sorotan dalam wacana revisi PP 46 Tahun 2007, terutama pasal 2, pasal 3, dan pasal 8. Menurutnya, pasal-pasal ini bukan hanya menyangkut soal teknis, melainkan juga menyangkut perluasan yurisdiksi hukum BP Batam terhadap wilayah kepulauan di sekitar Batam.

“Pasal 2 diperluas sehingga kawasan Free Trade Zone (FTZ) meliputi 22 pulau di sekitar Batam. Pasal 3 diperkuat agar BP Batam memiliki legitimasi kelembagaan dalam mengelola wilayah yang lebih luas, sementara pasal 8 mengatur kewenangan-kewenangan baru yang secara implikatif bisa menimbulkan ketegangan dengan masyarakat,” ungkap Dr. Diki.

Lebih Kurang 32 Perusahaan Provider Internet Diduga “Kedip Mata” dengan PLN Batam

Ia menegaskan bahwa sejarah penguasaan lahan di Batam menunjukkan pola konflik berkepanjangan antara masyarakat dengan otoritas pengelola, terutama terkait Hak Pengelolaan Lahan (HPL). Dengan adanya revisi PP ini, potensi konflik baru dikhawatirkan akan semakin besar.

Minimnya Partisipasi Publik

Dr. Diki juga menyoroti minimnya partisipasi publik dalam proses wacana perubahan PP tersebut. Ia menilai pembahasan revisi PP 46/2007 lebih banyak dilakukan secara tertutup, tanpa melibatkan masyarakat luas maupun pemangku kepentingan lokal yang terdampak langsung.

“Regulasi yang dibuat tanpa partisipasi publik berpotensi tidak legitimate secara sosial, meskipun sah secara formal. Padahal, prinsip transparansi dan akuntabilitas harus menjadi landasan. Apalagi revisi ini menyangkut wilayah strategis perbatasan,” jelasnya.

Urgensi dan Pengawasan Revisi PP 46/2007

Tanggapan Kuasa Hukum Gordon Silalahi Usai Hakim Sidang Kuliti 8 Saksi

Sementara itu, Distrawandi dari HNSI Kepri menegaskan bahwa urgensi perubahan PP 46/2007 perlu dipertanyakan. Menurutnya, perlu dijelaskan secara gamblang siapa yang diuntungkan, bagaimana dampaknya terhadap masyarakat pulau, serta mekanisme pengawasan yang jelas agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan.

“Apa urgensinya PP ini direvisi? Apakah untuk kepentingan nasional, atau ada kepentingan tertentu di baliknya? Siapa yang akan menikmati hasil revisi ini, dan bagaimana pengawasan dilakukan agar masyarakat pulau tidak semakin terpinggirkan?” tegasnya.

Distrawandi menambahkan, masyarakat nelayan selama ini seringkali menjadi pihak yang paling terdampak oleh kebijakan pengelolaan kawasan. Oleh karena itu, revisi PP seharusnya tidak hanya berpihak pada kepentingan investor atau lembaga pengelola, melainkan juga menjamin perlindungan hak-hak masyarakat tempatan.

Tiga Tuntutan Mahasiswa

Dialog publik ini ditutup dengan pembacaan sikap resmi Aliansi Mahasiswa Batam. Ada tiga poin tuntutan yang disampaikan:

Bermodal Botol Air Mineral, Tisu, Garam, 6 Pelaku Hipnotis Incar Lansia Keturunan Tionghoa

  1. Menolak rencana perubahan PP No. 46 Tahun 2007, karena dianggap lebih banyak merugikan masyarakat ketimbang membawa manfaat.
  2. Mendesak Presiden Republik Indonesia untuk mengevaluasi kinerja BP Batam, terutama dalam hal transparansi, akuntabilitas, serta dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat.
  3. Menuntut pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pulau, khususnya dalam bidang pendidikan, ekonomi, dan kesehatan, agar masyarakat tidak hanya menjadi penonton dalam pembangunan kawasan Batam.

Aspirasi untuk Transparansi

Usai acara, Dr. Diki menekankan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk nyata partisipasi masyarakat, khususnya mahasiswa, dalam mengawal proses perubahan regulasi yang menyangkut kepentingan publik.

“Kegiatan ini adalah ruang aspirasi. Kita ingin memastikan bahwa perubahan PP 46 Tahun 2007 tidak dilakukan secara sepihak, melainkan melibatkan masyarakat agar memiliki legitimasi yang kuat,” ujarnya kepada wartawan.

Hal senada disampaikan Distrawandi. Ia menyebut bahwa dialog publik ini merupakan bentuk kritik sekaligus apresiasi terhadap wacana revisi.

“Kita mengapresiasi kegiatan Aliansi Mahasiswa Batam. Dialog ini menunjukkan bahwa masyarakat sipil masih peduli dan menginginkan adanya transparansi dari pemerintah pusat maupun BP Batam. Revisi PP 46 Tahun 2007 harus jelas, terbuka, dan tidak boleh hanya menguntungkan segelintir pihak,” pungkasnya.

Dialog publik ini diakhiri dengan seruan bersama agar masyarakat, akademisi, dan mahasiswa tetap mengawal proses revisi PP 46 Tahun 2007 sebagai bagian dari kontrol sosial terhadap kebijakan pemerintah.

 

(jim)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Advertisement
× Advertisement