Republikbersuara.com, Batam – Satria Nanda, mantan Kepala Satuan Narkoba (Kasat Narkoba) Polresta Barelang, menjadi figur sentral dalam pusaran kasus penggelapan barang bukti narkoba yang melibatkan sejumlah anak buahnya. Kasus ini tidak hanya mencoreng nama baik institusi kepolisian, tetapi juga mengungkap sisi gelap perjalanan karir seorang perwira yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam pemberantasan narkotika. Berikut perjalanan karir Satria Nanda, serta implikasinya terhadap penegakan hukum:
Latar Belakang dan Awal Karir Satria Nanda
Satria Nanda merupakan lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 2008. Sebelum menjabat sebagai Kasat Narkoba Polresta Barelang, ia telah menduduki beberapa posisi penting di kepolisian. Di antaranya adalah Kapolsek Lubuk Baja, di mana terdapat dugaan keterlibatan dalam tindakan kekerasan terhadap juniornya. Selain itu, ia juga pernah bertugas di Direktorat Polisi Perairan dan Udara (Ditpolarud) Polda Kepri, serta menjabat sebagai Kepala Satuan Samapta (Kasat Samapta) Polresta Barelang. Jabatan sebagai Kasat Narkoba Polresta Barelang diemban oleh Satria Nanda selama kurang lebih empat bulan sebelum akhirnya terjerat kasus ini.
Kasus Penggelapan Barang Bukti Narkoba: Kronologi dan Fakta
Kasus yang menjerat Satria Nanda adalah penggelapan barang bukti narkoba jenis sabu seberat 1 kilogram. Sabu tersebut merupakan bagian dari barang bukti hasil pengungkapan kasus narkoba dengan total barang bukti seberat 35,74 kilogram pada 17 Juni 2024, yang kemudian dirilis kepada publik pada 1 Juli 2024. Dalam persidangan terungkap bahwa Satria Nanda melakukan tindakan tersebut karena terpengaruh oleh bawahannya yang berinisial S. Lebih lanjut, Satria Nanda justru menuding Iptu Sigit sebagai dalang utama dalam skenario penggelapan sabu seberat 5 kilogram. Hakim pun mempertanyakan bagaimana seorang atasan seperti Satria Nanda bisa dikelabui oleh bawahannya.
Proses Hukum yang Berliku: Vonis dan Upaya Banding
Kasus ini melewati serangkaian tahapan hukum yang cukup panjang. Awalnya, Pengadilan Negeri Batam menjatuhkan vonis hukuman seumur hidup kepada Satria Nanda. Namun, putusan ini kemudian dianulir oleh Pengadilan Tinggi Kepulauan Riau, yang mengubah vonis menjadi hukuman mati. Vonis ini selaras dengan vonis yang diterima oleh mantan Kepala Unit Narkoba Polresta Barelang, Sigit Sarwo Edhi. JPU menuntut hukuman mati karena Satria Nanda dinilai terbukti melanggar Pasal 114 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Implikasi Kasus terhadap Citra Kepolisian dan Penegakan Hukum
Kasus Satria Nanda menimbulkan dampak yang sangat serius terhadap citra institusi kepolisian di mata publik. Sebagai seorang Kasat Narkoba, yang seharusnya menjadi ujung tombak dalam memerangi peredaran narkoba, keterlibatannya dalam penggelapan barang bukti justru menjadi tamparan keras. Hal ini memunculkan pertanyaan mendasar mengenai efektivitas pengawasan internal dan pembinaan moralitas di dalam tubuh kepolisian. Kompolnas menyatakan bahwa vonis ini harus menjadi pembelajaran agar jajaran Polri tidak bermain-main dengan narkoba.
Pelajaran dan Refleksi dari Kasus Satria Nanda
Kasus Satria Nanda memberikan sejumlah pelajaran penting bagi berbagai pihak, terutama bagi aparat penegak hukum. Integritas, moralitas, dan profesionalisme merupakan fondasi utama dalam menjalankan tugas. Pengawasan yang ketat dan pembinaan internal yang berkelanjutan juga menjadi faktor krusial untuk mencegah terjadinya penyimpangan. Selain itu, kasus ini juga menjadi momentum bagi masyarakat untuk meningkatkan peran serta dalam mengawasi dan mengontrol kinerja aparat penegak hukum, demi terwujudnya penegakan hukum yang adil dan transparan.
Profil Singkat Satria Nanda
• Pangkat terakhir: Komisaris Polisi (Kompol)
• Alumni: Akademi Kepolisian (Akpol) 2008
• Riwayat Jabatan:
◦ April 2024: Kasat Resnarkoba Polresta Barelang
◦ Sebelumnya: Kasubdit Patroli Air Udara (Kasubditpatroliairud) Ditpolairud Polda Kepri
◦ Kapolsek Lubuk Baja, Kota Batam
Satria Nanda juga telah menerima Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari Propam Polda Kepri sebelum persidangan.
(Teddy Novianto)
Komentar